oleh : IMAM SUPRIADI (http://laskarantikorupsipejuang45.blogspot.com)
Tulisan ini saya sajikan sebagai bahan kajian dan juga renungan, agar semua lapisan masyarakat mencermati makna dari "perbuatan melawan hukum" yang menyebabkan KERUGIAN NEGARA/DAERAH....
Tugas ini saya peroleh ketika saya belum lama dipindahtugaskan dari Kantor Perwakilan Propinsi Lampung ke Kantor Pusat Jakarta. Semoga bermanfaat..
KAJIAN
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan
NOTA DINAS No.283/ND/XVIII.PLG/11/2010 perihal permohonan kajian hukum atas
temuan pemeriksaan pendapatan Provinsi Sumatera Selatan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Tim
Auditor hanya menilai selisih harga tanpa melihat prosedur yang terjadi di awal
saat diadakannya kerjasama dengan pihak ketiga tentang Perjanjian Kerjasama
antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan PT. BJLS (Bayu Jaya Lestari
Sukses) berdasarkan No. 10/SPK/IV/2002 dan No. KB-01/BJLS/IV/2002 tanggal 8 Mei
2002 tentang Pembangunan Kompleks Terpadu di Areal Taman Ria Sriwijaya dan
Sekitarnya, yang pada intinya berisi sebagai berikut:
a. Tujuan
kesepakatan bersama tersebut adalah pengembangan pembangunan areal seluas
56.217 m² ysng merupakan kawasan Taman Ria Sriwijaya menjadi kawasan terpadu
berupa mall, hotel bintang empat, kantor toko (kanto) dan fasilitas
perparkiran;
b. Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan menunjuk PT.BJLS untuk membangun, membiayai,
mengoperasikan dan mengelola gedung pusat perbelanjaan, hotel bintang empat
dalam jangka waktu tertentu dan memasarkan kantor toko.
Alasan :
Pemberian
hak Pengelolaan Lahan sebagaimana tercantum dalam perjanjian seharusnya tetap
mengikuti kesepakatan awal dan aset tetap menjadi milik Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan. Pemerintah Provinsi untuk
melakukan kesepakatan kerjasama harus mengacu kepada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang : Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
pada Tanggal 24 September 1960 di Jakarta yang dimuat di Lembaran Negara : LN
1960/104; TLN NO. 2043 pada Pasal 2. yang berbunyi :
(1) Atas dasar
ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar
dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu
pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan
seluruh rakyat.
(2) Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang
untuk :
a. mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
tersebut;
b. menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan
ruang angkasa.
(3) Wewenang
yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
pada ayat (2)
pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran
rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan
dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka
berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak
menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat
dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakatmasyarakat
hukum adat,
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
2. Tim
Auditor seharusnya menelusuri maksud dan tujuan PT BJLS untuk menguasai aset
negara (dhi. Pemerintah Provinsi) secara melawan hukum sebelum masa perjanjian
itu berakhir (selama 25 tahun), tetapi sudah dibuatkan serifikasi atas aset
yang menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Alasan :
Dalam point (d) PT. BJLS seharusnya
memberikan kontribusi kepada Pemerintah Provinsi setelah aset yang dikelola
beroperasi, yakni pada tahun ke-2 (setahun setelah beroperasi).
Dalam poin (e) seharusnya PT BJLS
menyadari kalau aset tersebut sebenarnya masih milik Pemerintah Provinsi
(halaman TP 5.1 dan 5.2) dan tidak melakukan tindakan seperti tidak membeli
tanah yang masih dalam status kerjasama (HPL), dalam pengertian tanah atau aset
daerah tersebut tidak boleh berpindahtangan, karena setelah selesai masa
pengelolaan (HPL/Sewa) seharusnya aset atau tanah tersebut kembali kepada pihak
Pemerintah Provinsi.
3. Pada
saat pemeriksaan Tahun Anggaran 2003 berdasarkan Hasil Pemeriksaan
No.83a/S/XIV.2/04/2004 tertanggal 30 April 2004 Tim Auditor hanya
melihat/menilai Piutang atas Penjualan Lahan Taman Sriwijaya sebesar
Rp20.667.180.000,00 yang tidak dilampirkan dalam Lampiran Perhitungan APBD tanpa
menanyakan atau menelusuri sebab-sebab tidak dilampirkannya dalam Lampiran
Perhitungan Anggaran, sehingga pemeriksaan tidak bisa menemukan hasil yang
maksimal (kerugian negara/daerah).
Alasan
:
Piutang yang tak dilampirkan dalam
Laporan Perhitungan Anggaran yang sangat signifikan seharusnya Tim Auditor
memperoleh kepastian sebab musabab tidak dilampirkannya. Kemudian dalam klausul
AKIBAT Tim Auditor menampilkan varian angka yang berbeda-beda sebagaimana
tertuang dalam judul. Potensi yang disajikan di point (b) sejumlah
Rp19.471.331.000,00, kemudian di point (d) sejumlah Rp20.667.180.000,00 dan
terakhir di point (e) yang memuat Aset BOT minimal sebesar US$24.293.763.
4.
Pada saat pemeriksaan Tahun Anggaran
2004 Tim Auditor hanya melihat/menilai sisi belum dicantumkannya dalam Neraca
(minimal) sebesar Rp107.342.500.000,00
Alasan
:
Pencantuman angka minimal pada Neraca
belum menunjukkan angka yang pasti, sehingga banyak kemungkinan bisa terjadi,
seperti posisi kredit/debet plus atau minus, sisi pelaporan yang belum lengkap
karena dokumen pertanggungjawaban belum lengkap/selesai dibuat/disusun. Di sisi
yang lain mestinya terlihat/tercatat pada Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK)
agar angka ini tidak raib/hilang.
Pendapat
Akhir :
Atas analisa tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ketidakcermatan
Tim Auditor atas permasalahan yang timbul dapat dikenakan sanksi hukum (teguran
lisan/tertulis), kemungkinan Tim Auditor tidak sepenuhnya menggunakan JUKLAK
atau JUKNIS atau mengabaikan JUKLAK atau JUKNIS yang ada.
2. Perlunya
ditindaklanjuti untuk memperdalam atas masalah tersebut terhadap adanya
kemungkinan Tim Auditor ‘bermain mata’
dengan pihak AUDITEE., karena tidak tuntasnya permasalahan Aset Negara/Daerah
yang lepas ke tangan PIHAK SWASTA yang seharusnya tidak boleh terjadi
sebagaimana menurut Undang-Undang No. 5
Tahun 1960 Tentang : Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
3. Kemungkinan (indikasi kerugian negara) bukan cuma melibatkan
Pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Gubernur, Sekretaris Daerah ,
melainkan juga Pihak DPRD Provinsi Sumatera Selatan dan pihak lain seperti BPN.
4. Seluruh
masalah/kasus ini harus dilakukan INVESTIGASI dengan waktu dan biaya yang
memadai.
Demikian yang dapat saya sampaikan,
semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar